Kata Kunci :
· Grhasta
· Pawiwahan
· Mabyakala
· Sanggah Surya
· Kelabang Kala Nareswari
· Tikeh Dadakan
· Papegatan
· Suhun-suhunan
· Tetimpug
· Tegen-tegenan
Om
Swastyastu
Kembali
lagi di blog Bangga Menjadi Hindu, di kesempatan kali ini saya akan membahas
mengenai Upacara Mabyakala dalam Pawiwahan. Sebelumnya kalian pasti sudah
mengetahui bagian-bagian dari Catur Asrama yaa kan? Nah, diantaranya ada
Brahmacari, Grhasta, Wanaprasta dan Bhiksuka. Disini saya akan memperdalam
bagian Grhasta khususnya upacara mabyakala.
Sebelum
lebih jauh lagi, masa grhasta adalah masa dimana seseorang memasuki masa
berumah tangga, yang disahkan dengan upacara pawiwahan menurut hindu. Di dalam
upacara pawiwahan tentu ada urutan-urutan upacaranya, sudahkah kalian tahu apa
saja upacaranya? Berikut akan saya paparkan rentetan upacaranya :
·
Nyedek
·
Memadik
·
Penyambutan kedua mempelai
·
Mabyakala
·
Mepejati atau Pesaksian
Mengingat
judul artikel ini adalah Upacara Mabyakala dalam Pawiwahan, maka disini saya
hanya akan membahas secara rinci mengenai upacara mabyakala saja. Apakah kalian
sudah pernah mendengar apa itu upacara mabyakala? Ya, mungkin saja sudah banyak
diantara kalian yang telah pernah mendengar upacara mabyakala, bahkan telah
menjalankannya. Mabyakala atau makala-kalaan berasal dari kata ‘kala” yang
berarti energi yang timbul, yang diberikan awalan me-, sehingga dapat diartikan
“menjadikan seperti kala”. Kala yang dimaksud adalah manifestasi dari kekuatan
kama yang memiliki mutu keraksasaan yang disebut dengan Asuri Sampad, sehingga
dapat memberi pengaruhnya kepada pengantin termasuk terhadap keturunannya
nanti, maka keadaan inilah yang dikatakan bahwa calon pengantin sedang
diselubungi Sebel Kandelan. Kata sebelan kandelan berasal dari pengertian kata
sebet, sedangkan kandelan berarti diri sendiri
dan orang lain, dalam hal ini adalah kedua mempelai. Kedua mempelai
dikatakan sebet karena memulai hidup baru, memiliki tanggung jawab baru, dan harus menerima berbagai
cobaan dalam menjalankan kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu, calon
pengantin perlu melaksakan upacara mekala-kalaan sebagai sarana penetralisir
(nyomia) kekuatan kala yang bersifat negatif agar menjadi Kala Hita atau untuk
merubah menjadi mutu kedewataan yang disebut Daiwi Sampad.
Upacara
mabyakala bisa kalian temui saat upacara ngrupuk, mebayuh dan pawiwahan. Namun
upacara mabyakala dalam pawiwahan cukup menarik, karena ada beberapa sarana
upakara yang tidak dapat kita jumpai dalam upacara mabyakala pada umumnya.
Sarana/uparengga pada upacara mekala-kalaan berfungsi sebagai bahasa isyarat
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi serta mengandung nilai-nilai yang sangat tinggi
yang menunjukkan dimana agama, budaya dan seni disatukan. Sarana yang dimaksud diantaranya sebagai
berikut :
- Sanggah Surya
Sanggah
surya biasanya ditempatkan di halaman rumah dengan posisi menghadap ke barat
atau ke selatan atau berhadap-hadapan dengan pengantin. Mengapa diletakkan di
halaman rumah? Karena upacara mabyakala ini diimplementasikan kepada titik
sentral kekuatan kala yang ada pada madhianing mandhala (episentrum kala
bucari). Sanggah surya ini menyimbolkan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi, dalam
hal ini adalah Dewa Surya, dan Sang Hyang Semarajaya bersama Sang Hyang Semara
Ratih. Pernahkah kalian melihat pisang yang masih berisi jantung pisang yang
digantung di sanggah surya? Apa ya kira-kira maksudnya? Pisang yang digantung masih
berisi jantung pisang tersebut disebut dengan “biu lalung”, biasanya berisi dua
buah pisang atau lebih. Biu lalung ini melambangkan kekuatan Purusa dari Sang
Hyang Widhi yang bermanifestasi menjadi Sang Hyang Smarajaya sebagai Dewa
Kebajikan, Ketampanan, dan Kebijaksanaan, itu menjadi simbol dari pengantin
pria setelah disucikan. Selain itu ada juga kelukuh yang merupakan simbol
kekuatan Prakerti dari Ida Sang Hyang Widhi sebagai manifestasi Sang Hyang
Semara Ratih sebagai Dewi Kecantikan, Kebajikan dan Kebijaksanaan yang
merupakan simbol dari pengantin wanita setelah disucikan.
- Kelabang Kala Nareswari (Kala Badeg)
Kata
Nareswari mengandung maksud “energi yang menyatu”. Kelabang ini dibuat
menyerupai manusia. Kelabang ini
diduduki oleh kedua mempelai sebagai alas pakala-kalaan.
- Tikeh Dadakan
Tikeh
dadakan adalah sebuah tikar kecil yang dibuat dari daun pandan yang masih hijau
(yang masih muda). Warna hijau pada tikeh dadakan melambangkan kesucian
mempelai wanita (belum pernah berhubungan intim). Tikeh dadakan diduduki oleh
pengantin wanita sebagai simbol selaput dara dari wanita. Kalau dipandang dari
sudut spiritual tikeh dadakan adalah simbol dari Sang Hyang Prakerti (kekuatan
yoni). Sedangkan pengantin pria membawa keris (nyungklit keris) yang
melambangkan kekuaatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga).
- Benang Putih/Papegatan
Di
dalam upacara mabyakala ada dibuatkan benang putih yang panjangnya kira-kira
setengah meter yang kedua ujungnya diikatkan pada dua buah cabang pohon
dapdap. Benang putih yang diikatkan
terdiri dari 12 helai yang mengandung makna sebagai penyucian sebel kandelan.
Benang tersebut juga merupakan simbol dari lapisan kehidupan, berarti pengantin
telah siap untuk memasuki masa Grhasta Asrama dan melepas masa Brahmacari
(melepas masa lajang). Di dalam masa Grhasta Asrama, mereka mulai belajar
mencari pengalaman dalam bermasyarakat agar mampu menjadi seorang yang
sadnyana, hal inilah yang disebut dengan wiwaha, oleh karena itu upacara
perkawinan juga disebut pawiwahan.
- Tegen-tegenan
Di
dalam upacara makala-kalaan, ada yang namanya tegen-tegenan yang dijinjing oleh
pengantin pria yang terdiri dari :
1. Batang kayu dadap/tebu sebagai sanan.
2. Sebuah
cangkul
3. Di
bagian depannya digantungkan sebuah periuk berisi siut, ikan yuyu dan di bagian
belakangnya sebutir buah kelapa.
Makna
tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab sekala dan
niskala. Tegen-tegenan terdiri atas beberapa perangkat diantaranya seperti
berikut :
a. Batang
Tebu
Artinya sepasang pengantin diharapkan
mampu menjalani kehidupan barunya secara bertahap seperti halnya batang tebu yang
tumbuh ruas demi ruas.
b. Batang
Kayu Dapdap
Makna dari batang kayu dapdap yaitu
sebagai kayu sakti, pakayunan. Sakti berasal dari sakta yang artinya “ada”,
mengalir amertha. Dengan demikian kayu sakti maksudnya memohon kehadapan Sang
Hyang Widhi agar diberikan anugrah sesuai dengan tujuan hidupnya selama berumah
tangga.
c. Cangkul
Cangkul dalam upacara ini sebagai simbol
Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma berdasarkan dharma.
d. Priuk
Priuk sebagai simbol windhu.
e. Buah
kelapa
Buah kelapa sebagai simbol Brahma.
f. Seekor
Yuyu
Sebagai simbol bahasa isyarat memohon
keturunan dan kerahayuan.
- Sok Dagangan
Di
dalam upacara makala-kalaan ada uparengga yang disebut dengan sok dagangan
yang terdiri dari :
a) Panyegjeg
Panyegjeg adalah sebuah sarana yang dimaksudkan
untuk memohon anugrah Kehadapan Ida Sang Hyang Widhi agar selalu berperilaku
baik, jujur, bertindak selalu dengan suara budhinya. Adapun isi dari panyegjeg
yaitu :
1. Beras,
sebagai simbol Sang Hyang Bayu
2. Benang,
sebagai simbol Sang Hyang Aji Akasa
3. Bakul,
sebagai simbol Sang Hyang Pertiwi
4. Tingkih,
sebagi simbol Sang Hyang Trenggana
5. Pangi,
sebagi simbol Sang Hyang Siwa Baruna
6. Tunas
Kelapa, sebagai simbol Sang Hyang Tunggal
7. Pohon
Keladi, sebagai simbol Sang Hyang
Anantaboga
8. Pohon
Kunyit, sebagai simbol Sang Hyang Mahadewa
9. Pohon
Endong, sebagai simbol Sang Hyang Brahma
b) Panegteg
Selain ada panyegjeg, di dalam
suhun-suhunan juga ada panegteg yang tentunya isinya juga berbeda. Tahukah
kalian apa saja isinya? Berikut ini adalah isi dan makna dalam panegteg :
1. Sampian
Naga Sari, sampaian nagasari merupakan bahasa isyrat kepada Sang Hyang Widhi
untuk memohon sarining amerta. Bila dikaji dari asal katanya, Naga Sari terdiri dari dua kata Naga yang
diilustrasikan sebagai lambang air. Apabila air dianugrahi menjadilah tirta,
sedangkan tirta mengandung esensi amertha. Dengan demikian naga sari mengandung
makna sarining amertha.
2. Penyeneng,
kata penyeneng berasal dari kata “nyeneng” yang artinya hidup, mendapat awalan
pe-, sehingga mengandung arti dihidupkan, yang dimaksudkan dengan dihidupkan
disini yaitu dihaturkan kehadapan Sang Hyang Widhi.
3. Sebuah
nasi tumpeng, sebagai simbol gunung atau lingga, sedangkan banten danan sebagai
simbol samudra atau yoni serta juga sebagai simbol danau atau welas asih.
4. Buah-buahan/sarwa
pala, sebagai simbol hasil dari karma.
5. Tebu,
simbol amerta.
6. Pisang,
sebagai simbol “kebiyuhdayan” atau memiliki pemikiran yang luas.
7. Peras
tulung sayut, sebagai simbol permohonan kerahayuan.
8. Canang
burat wangi lenga wangi, simbol kekuatan welas asih.
9. Jajan,
simbol kama (semangat) atau Brahma.
- Kala Sepetan
Kala
sepetan ini disimbolkan dengan sebuah bakul berisi serabut kelapa dibelah tiga
yang diikat dengan benang tri datu, yang diselipi lidi tiga buah dan tiga
lembar daun dapdap. Mengapa dinamakan kala sepetan? Karena kala sepetan adalah
nama salah satu bhuta kala yang akan menerima pakala-kalaan. Adapun maksud dari
lidi tiga buah dan serabut kelapa adalah sebagi berikut :
a. Lidi
3 buah
Lidi yang berada di kala sepetan
diapakai oleh kedua mempelai mencemeti pasangannya saling bergantian sebanyak
tiga kali. Maksud dan tujuannya yaitu :
1. Lidi
yang jumlahnya tiga buah adalah simbol Tri Kaya Parisudha
2. Mencemeti
adalah simbol dari kedua mempelai untuk saling mengingatkan dan saling memacu
agar tetap ingat terhadap kewajibannya di dalam kehidupan berumah tangga serta
melaksanakan kewajiban Tri Rna sesuai dengan ajaran Tri Kaya Parisudha.
b. Serabut
kelapa
Tahukah kalian,mengapa serabut kelapa
yang digunakan pada kala sepetan dibelah tiga lalu didalamnya diisi sebutir
telur bebek kemudian ditutup kembali dan diikat dengan benang tri datu? Berikut
ini maksudnya :
1. Serabut
kelapa dibelah tiga, sebagai simbol Tri Guna
2. Benang
Tri Datu, sebagai simbol ikatan kesucian
3. Telur,
sebagai simbol manik
Kemudian
serabut kelapa tersebut ditendang oleh kedua mempelai masing-masing tiga kali,
setelah itu diduduki oleh mempelai wanita. Adapun makna secara keseluruhan
yaitu, bila kedua mempelai mengahadapi permasalahan selama menjalani kehidupan
berumah tangga diharapkan keduanya mampu menyadari egonya masing-masing untuk
mempertahankan ikatan perkawinannya. Oleh karena itu harus selalu ingat dengan
penyucian diri agar kekuatan Tri Guna-nya dapat dikendalikan. Disamping itu
juga sebagai simbolis kedua mempelai memohon agar cepat mendapatkan keturunan.
- Tetimpug
Tetimpug
yaitu beberapa pohon bambu kecil yang ada ruasnya sebanyak lima ruas atau tujuh
ruas. Biasanya batang bambu yang masih muda ini dibakar yang nantinya akan
menghasilkan suara ledakan sebagai penanda kepada tri upasaksi bahwa kedua mempelai
telah sah menjadi pasangan suami-istri.
Demikianlah
beberapa upakara yang menurut saya unik dan tidak dapat kita temukan di upacara
mabyakala pada umumnya. Jadi patutlah kita berbangga menjadi agama hindu karena
di dalam sebuah upacara dapat menyatukan seni, agama dan budaya sekaligus.
Dengan demikian kita juga patut untuk terus melestarikan kebudayaan kita agar
tidak berhenti sampai di generasi yang sekarang.
Baiklah
kawanku sedharma, demikianlah blog saya kali ini semoga dapat bermanfaat di
kehidupan sehari-hari kita. Sampai jumpa di blog yang berikutnya.
Om Santih, Santih, Santih Om.