Kata Kunci :
·
Pawetonan
·
Karma Wesana
·
Reinkarnasi
·
Samsara
·
Moksa
·
Tri Rna
·
Yadnya
·
Suddhi Wadani
·
Budi Pekerti
Om
Swastyastu
Kembali
lagi di blog Bangga Menjadi Hindu. Nah, kali ini saya akan membahas mengenai
PAWETONAN. Mungkin kalian sudah tau apa itu pawetonan. Disini saya akan
menjelaskan makna upacara pawetonan secara mendalam. Yukk langsung saja disimak
!!!
Upacara
manusa yadnya pawetonan ini dirayakan setiap 6 bulan sekali atau 210 hari sekali.
Hmm, sudahkah anda menerapkan
di dalam kehidupan anda kawan? Sebelum lebih jauh lagi, apa kalian tahu asal
kata pawetonan? Pawetonan berasal dari kata “wetu” yang artinya lahir ke dunia
(reinkarnasi) yang selanjutnya mendapat
awalan pe dan akhiran an sehingga menjadi pawetuan, kemudian terjadi
persenyawaan huruf vokal maka menjadi kata pawetonan.
Menurut
pandangan ajaran agama Hindu yang tercantum dalam Kitab Sarassamuscaya,
kelahiran kembali menjadi manusia sangat untung dan mulia, ya walaupun masih
membawa Karma Wasana dari kehidupan yang terdahulu, namun kelahiran menjadi
seorang manusia lebih baik daripada lahir menjadi binatang ataupun tumbuhan
lho. Mengapa? Karena lahir menjadi manusia, kita dipengaruhi oleh Tri Pramana
(sabda, bayu, idep) yang kenyatannya melebihi makhluk lain.
Sesungguhnya
hari lahir ke dunia bagaikan jalan by pass dari alam akhirat ke alam fana, yang
merupakan suatu kesempatan untuk memperbaiki
karma wasana dari kehidupan yang dulu. Lahir kembali ke dunia menjadi
makhluk hidup sebenarnya tergantung kepada karmanya masing-masing roh, ada yang
mengambil wujud manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Hal ini akan dapat
diketahui secara nyata berdasarkan penelitian dan penganalisaan dan juga
kepercayaan tehadap ajaran Hindu yang disebut dengan Samsara. Misalnya, seorang
manusia yang lahir namun memiliki sifat seperti binatang. Maka yang demikianlah
memerlukan upacara pawetonan khusus sebagai penetralisir yang disebut dengan
“Bebayuhan Oton”, karena kata bayuh berarti bayah yang bermaksud untuk menetralisir
sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia. Demikian juga roh manusia
pun dapat bersemayam dalam tubuh binatang yang disebabkan oleh semasa hidupnya
selalu berbuat buruk/jahat (asubha karma). Maka dari itu, dilakukanlah upacara
pawetonan yang dimana upakara pawetonan tersebut telah mengandung kekuatan
magis, dimana kekuatan magisnya sebagai penetralisir kekuatan-kekuatan magis manusia
yang cenderung berbuat Asubha Karma untuk dikendalikan ke arah Subha Karma agar
selaras dan seimbang dengan Bhuwana Agung sesuai dengan swadharmanya sebagai
seorang manusia.
Penting
untuk diketahui, bahwa manusia yang lahir ke dunia terdiri dari unsur-unsur
sebagai berikut :
1. Unsur
Hyang Widhi dengan
adanya atma, sehingga manusia tampak hidup dan memiliki kekuatan supranatural,
intuisi, perasaan bahagia, tentram damai dan memiliki pikiran yang suci.
2. Unsur
Dewa (Dewa Oton) dengan adanya jiwa manusia sebagai badan penyebab, menyebabkan
manusia bisa beraktivitas, memiliki perasaan gembira dan suka, memiliki kebijaksanaan/kharisma
dan bisa mengasihi.
3. Unsur
Karma Wasana dari kehidupan terdahulu, sehingga manusia memiliki perasaan
sedih, dapat menangis, sabar, dengan adanya pitara.
4. Unsur Panca Maha Bhuta, dengan adanya sosok
tubuh manusia, manusia bisa saja mengalami kegelapan atau kebingungan (Unsur
Bhuta), bisa marah (Unsur Kala), dan bisa sakit (Unsur Durga). Hal inilah yang
mempunyai pengaruh cukup besar sehingga manusia dapat berbuat adharma (Asubha Karma).
Semua unsur inilah yang mempengaruhi sikap positif maupun
negatif pada manusia. Pengaruh ini tercermin dalam Tri Kaya Parisudha,maka
petunjuk ajaran suci ini haruslah diamalkan melalui ajaran Catur Marga Yoga.
Jadi
apa makna dan fungsi upacara pawetonan yang kita laksankan setiap 6 bulan
sekali tersebut? Berikut ini fungsi sekaligus makna dari upacara pawetonan :
1.
Upacara pawetonan memiliki nilai dasar
kelepasan (Moksa)
Pada
dasarnya manusia yang lahir ke dunia masih dipengaruhi oleh karma wasana yang
terdahulu. Maka, manusia yang lahir ke dunia haruslah dapat memperbaiki karma
wasananya menjadi lebih baik. Dengan demikian, maka roh yang ada di dalam diri
manusia dapat kembali menjadi jiwa yang nantinya akan dapat bersatu dengan atma
yang disebut dengan jiwatman. Setelah selesai menjalankan tugasnya di dunia maka
jiwatman akan kembali kepada Sang Pencipta yaitu dengan wujud Parama Atman,
inilah yang dikatakan moksa.
2.
Upacara pawetonan sebagai pembayar utang
(Rna) dan peleburan dosa.
Tri
Rna yang berhubungan dengan upacara pawetonan yaitu Pitra Rna, karena menurut
pandangan agama hindu orang yang lahir di dalam suatu keluarga, roh leluhur (dewa
pitara) dalam keluarga tersebut pun ikut lahir kembali yang nantinya menuntut
kewajiban kepada sentananya agar selalu
berbuat kebaikan. Jika seorang sentana sudah dapat berbuat kebaikan semasa
hidupnya, maka pahala yang didapat dari berbuat kebajikan itu nantinya akan
mempengaruhi peleburan dosa roh leluhurnya maupun leluhur yang masih ada di
dunia seperti ayah,ibu, kakek,nenek,dll.
3.
Upacara pawetonan sebagai persembahan/yadnya (korban
suci) ke hadapan roh leluhur
Telah
saya jelaskan diatas, bahwa dalam pelaksanaan pawetonan tersebut sebagai
pembayaran hutang yaitu Pitra Rna yang diimplementasikan dalam upacara manusa
yadnya. Pelaksanaan yadnya ini tentunya harus didasarkan atas hati yang tulus
ikhlas.
4.
Upacara pawetonan sebagai faktor
penyucian diri (Suddhi Wadani)
Upacara
pawetonan juga memiliki makna dan fungsi penyucian diri baik secara jasmani
maupun rohani, karena upacara pawetonan memiliki kekuatan magis. Dengan upacara
pawetonan unsur-unsur kejiwaannya akan disucikan oleh kekuatan upacara
tersebut, sehingga keseimbangan dan keserasian unsur-unsur kejiwaannya akan
dikembalikan seperti kedudukan semula, keadaan ini dicerminkan dengan adanya
perasaan bahagia, tenang bagi yang diupacarai, seperti slogan dalam Bahasa Bali
“demen atine buka cara otonin”.
5.
Upacara pawetonan sebagai etos
pendidikan Budi Pekerti
Upacara
pawetonan dikatakan sebagi etos pendidikan Budi Pekerti karena pawetonan
mengandung etika yang dicerminkan terhadap aturan-aturan (sesana-sesana) yang
digunakan sebagai etos pendidikan Budi Pekerti yang diantaranya Aji Sesana
(aturan sebagai seorang ayah) dan Putra Sesana (aturan sebagai seorang anak).
Untuk dapat mengambil maknanya mengenai etos pendidikan Budi Pekerti dalam
pelaksanaan upacara pawetonan, berikut saya cantumkan salah satu petikan dari
sumber ajaran Hindu :
Kamannata Pita Cainam,
Yudut Pada Yato Mithah.
Sambhutim Tasya Tam,
Widya Dyona Wabhija
Yate.
Acarya Ryas Twasya Yan Jatim,
Widhi Wad Weda Paragah.
Utpadayati Sawitrya,
Sa Satyasa Jara Mara.
Utpadakabrah Madrator,
Gariyan Brahmadahpita.
Pretyaceha Ca Ca
Cwatam.
(Silakrama
hal. 25)
Yang artinya :
Ibu dan bapak melahirkan karena nafsu birahi,
maka ia lahir dari perut, ketahuilah inilah kelahiran jasmani, namun kelahiran
yang berdasarkan pentasbihan dari Acarya (Guru Spiritual) yang telah lahir dari
Weda (Pawetonan), itulah kelahiran yang sebenarnya, yang utuh dan abadi
(Ajaramara).
Di
era globalisasi seperti ini, kita harus tetap menjaga kepribadian sebagai umat
beragama yang baik, menjunjung nilai-nilai keagamaan, dan tentunya kita harus
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari ya kawan! Di zaman sekarang yang
semakin maju, budaya seperti pawetonan semakin ditinggalkan oleh masyarakat
karena berbagai alasan diantaranya malas membuat upakara pawetonan dan lebih
senang mengambil kegiatan yang mudah dan praktis dengan mengadakan pesta ulang
tahun, padahal pesta ulang tahun diluar kepercayaan Hindu.
Jadi,
dapat saya simpulkan bahwa upacara pawetonan tersebut sangatlah penting
dilakukan bagi setiap umat Hindu karena upacara tersebut memiliki magis sebagai
penetralisir Asubha Karma agar manusia memiliki keseimbangan dengan Tuhan,
keseimbangan dengan lingkungan, keseimbangan dengan sesama manusia. Disamping
itu upacara pawetonan memiliki fungsi penyucian secara lahir batin yang
memiliki tujuan untuk mencapai kedamaian di hati, dunia dan akhirat nantinya.
Sesuai dengan ajaran suci agama Hindu, setiap umatnya selalu dituntut untuk
berbuat kebajikan selama hidupnya, tetapi ada saja jerat sebagai mayanya Sang
Hyang Widhi untuk menguji jati diri manusia di dunia ini. Nah, sekarang
tergantung sikap dari manusia itu sendiri untuk menyikapi jerat tersebut agar
mampu melepaskan diri dari jerat tersebut, termasuk salah satu caranya yaitu
dengan melaksanakan dan mengamalkan upacara pawetonan dalam kehidupannya.
Baik kawanku sedharma, sekian dulu ya blog tentang pawetonan ini. Sampai jumpa lagi di
blog saya yang berikutnya.
Om Santih, Santih, Santih Om.
Sangat bermanfaat, suksma
BalasHapusWahh sangat mendetail, makasi infonya kak🙏
BalasHapusSuksma infonya🙏🏻
BalasHapusSangat lengkap
BalasHapusBcik Bcik nki
BalasHapuswahhh sangat bermanfaatt
BalasHapussuksma
BalasHapusSuksma infonya 🙏
BalasHapusSuksma infonya
BalasHapusSuksma infonya bli🙏
BalasHapusInfonya sngt bermanfaat
BalasHapusSuksma infonya
BalasHapusSangat bermanfaat, terimkasih infonya
BalasHapusTerimakasi infonyaa
BalasHapusMkasi infonya
BalasHapusInfonya sanagt bermanfaat dan menarik
BalasHapusMantapp👍
BalasHapusMakasi infonya
BalasHapusBagus
BalasHapus🙏🏻🙏🏻🙏🏻
BalasHapusJadi jelas makna pawetonan...thx min
BalasHapusTata bahasanya bagus, penjelasannya juga lengkap. Sekarang baru tahu makna otonan yang sebenarnya. Terimakasih😊😊
BalasHapusLumayan infonya
BalasHapusLumayan infonya
BalasHapus